Heartless Background

Haruskah Menjadi Tukang Ojek?


Haruskah Menjadi Tukang Ojek?





Sebuah pertanyaan yang berkecamuk di kepala, ketika pertama kali saya memulai menjadi tukang ojek. Faktor umur sudah menjadi kendala untuk mencari pekerjaan lagi, kebanyakan perusahaan mencari tenaga kerja yang masih fresh, muda dan produktif. Kalaupun membutuhkan tenaga yang sudah berumur, biasanya memiliki jabatan yang lumayan dan keahlian yang jarang dimiliki oleh karyawan lainnya.

Tapi setelah saya pikir-pikir, dan saya ingat sebuah kalimat : Tuhan akan memberikan jalan kepada umatnya yang mau bekerja keras. Dan yang menjadi motivasi saya adalah seorang tukang bakso keliling yang sudah tua, Baksonya lumayan enak, sudah banyak pelanggannya, tetapi dia masih saja tetap berkeliling, tidak ada niat sedikitpun untuk membuka kios yang tetap. Mau tahu apa jawabannya: "Rejeki itu harus dicari, kalau kita diam di tempat, tidak mungkin rejeki yang mencari kita..Apalagi banyak pelanggan yang tidak bisa pergi, tapi ingin makan bakso saya..Jadi apa salahnya saya yang melayani mereka tanpa mereka harus repot-repot keluar rumah.."

Sesudah saya di PHK dari tempat kerja, mencoba melamar sana melamar sini, ternyata tidak berhasil, dan hanya membuang-buang biaya saja. Sempat saya putus asa, tapi akhirnya saya mengambil sebuah keputusan.. Ini jakarta, dengan penduduknya kebanyakan commuter, membutuhkan transportasi yang cepat dan aman, tunggu.. saya tidak punya mobil, saya cuma punya motor..

Ya ternyata dengan sebuah motor, saya mencoba menawarkan jasa antar jemput alias ojek. walaupun stereotip tukang ojek adalah kumal, ngasal, dan tidak tertib. Setelah saya pikir masak-masak, apa salahnya saya menjadi tukang ojek yang rapi dan tertib, dan penumpang selamat sampai tujuan. Cuma itu tambahan ekstra yang bisa saya berikan. Dan tidak lupa sekaligus membudayakan safety riding bagi rekan-rekan ojekers lainnya.

Tidak ada komentar: