Heartless Background

MENURUT SAYA BERKELANA ADALAH....

Apa yang terlintas di kepala kalau saya sebut kata traveling? Tempat-tempat indah yang tak terbayangkan? Petualangan? Gurun? Salju? Laut? Kebudayaan baru? Orang-orang mancanegara? Suku-suku terasing? Bahasa yang hampir punah? Cara hidup yang tidak pernah kita tahu sebelumnya?

Untung saja kita tidak sedang dalam acara "Super Family" karena semua jawaban itu cuma bernilai satu atau dua (atau malah tidak ada menjawab sama sekali). Sembilan puluh persen survey di lingkungan tempat saya hidup, tumbuh dan bermetabolisme (sayang belum berkembang biak) menjawab dengan satu kata saja: uang.

Ketika saya masih anak-anak, saya berkhayal pergi ke bulan dan bintang, bertemu bajak laut atau masuk ke lubang kelinci. Waktu saya kecil, saya terbuai dengan petualangan Robinson Crusoe dan berpikir kalau saya sudah dewasa, saya pasti bisa pergi sendiri. Tapi seiring dengan waktu (yang berefek amnesia) saya melupakan semua mimpi saya yang konyol dan memulai sesuatu yang jelas-jelas lebih berguna: dari belajar cebok sendiri, nyiapin makan sendiri, potong kuku sendiri sampai belajar limit fungsi dan logaritma, anatomi dan ujian kompetensi dokter indonesia. Saya belajar bagaimana cari nafkah setelah saya dewasa, bagaimana cari pasangan, bagaimana menjadi orang sukses dan bagaimana mempunyai hidup yang nyaman. Saya lupa tentang melihat tempat-tempat baru atau menginjakkan kaki di belahan dunia lain (bukan dunia hantu-nya Hari Pantja. Meskipun sebetulnya kalo memungkinkan dikunjungi dan kembali, kenapa tidak ya?).

Sampai suatu saat, impian itu kembali. Tanda-tandanya jelas sekali, antara lain (1) saya harus menghadapi ujian semester. (2) saya baru saja ditinggal pacar. (3) orang tua dan adik2 saya sibuk bertengkar. (4) saya harus pindah dari kontrakan. (5) saya harus bayar dan cari kontrakan yang baru. (6) saya kehilangan anjing kesayangan. Saat itulah, dunia saya terasa sangat sempit dan klaustrofobik. Saya keluar dari bis jurusan Limpung-Semarang di suatu tempat antah-berantah dan berjalan tak tentu arah. Ke suatu tempat yang tidak pernah saya kunjungi dan tidak ada yang mengenal saya. Tanpa tujuan. Kemudian saya kembali ke rumah yang sepertinya terasa penuh sesak dan panas. Kali ini hati saya lebih tenang. Ada sesuatu yang mengingatkan saya dari dalam. Saya ingin bepergian sendiri. Berkelana tanpa tujuan. Bukan berwisata. Bukan berbelanja. Bukan mencari pemenuhan akan gengsi karena melihat tempat-tempat eksotis. Bukan memburu foto yang spektakuler. Saya bahkan tidak tahu namanya apa. Tapi saya tahu apa yang saya lakukan.

Sulit menjelaskan sesuatu pada orang lain yang paradigmanya berbeda sama sekali. Sama seperti kalau kita berusaha menjelaskan harumnya mawar pada orang tuna grahita. Intinya, kalau saya ingin kesenangan dan kenyamanan, saya akan tinggal di rumah dan pergi ke mall sekali-sekali. Berkelana sendiri artinya menempatkan diri saya pada posisi yang rentan dan tidak aman. Saya kedinginan, kepanasan dan kelaparan. Dan saya sendirian di tempat asing. Saya kadang tersesat dan kebingungan. Tidak mengherankan kalau saya ditanya: apa untungnya? Saya tidak bisa menjawab tanpa berkesan masokis =). Maksud saya, tanpa tahu alasan pribadi saya, orang tidak bisa melihat mengapa saya berkelana sendirian tanpa tujuan. Apalagi tanpa alasan ekonomi ^_^.

Saya mengerti sekali, bahwa berkelana adalah hak istimewa segelintir orang yang cukup beruntung untuk punya kesempatan. Hanya saja, saya ingin bilang bahwa pada suatu titik, berkelana bukanlah sesuatu yang hedonis. Sama seperti cita-cita yang lain; menjadi pilot, menjadi guru atau menjadi dokter, berkelana juga adalah suatu cita-cita yang baik. Jadi kenapa traveling selalu berkonotasi dengan kemewahan? Karena tidak seperti profesi yang menghasilkan uang, traveling menghabiskan uang. Bagi sebagian orang (yang mungkin tidak punya kebutuhan finansial mendesak dan hanya perlu mencukupi dirinya sendiri) uang ini dihabiskan untuk hal yang berguna sepanjang hayat seperti: membentuk karakter, membuka pikiran, memberi pilihan, menemukan diri sendiri atau membangkitkan keberanian dan kemandirian. Hal-hal tersebut tidak bisa dilihat dari luar apalagi dibungkus dengan kemasan buat oleh-oleh, tidak juga bisa dijual lagi ataupun dipakai untuk cari uang. Bagi saya pribadi, berkelana tidak ternilai harganya, karena telah membawa saya keluar dari kubangan lumpur masa lalu (sekali lagi, ini bukan adegan film kuntilanak 'bangkit dari kubur' tapi jujur nih, dulu saya patah hati dan tidak bisa melepaskan ego yang terluka, taelah!) dan memulai sesuatu yang baru. Ini juga membuat saya tahu siapa saya, bukan apa yang saya punya. Membuat saya berani memiliki pendapat sendiri dan tidak cuma ikut omongan orang lain.

Saya sangat mendukung orang-orang yang berani keluar dari zona aman mereka. Seperti Kristina yang ingin melihat kambing gunung, misalnya. Berkelana bukanlah sekedar memanjakan diri dengan makanan a la carte dan penginapan berbintang. Tidak percaya? Cobalah baca The Dharma Bums oleh Jack Kerouac, Into The Wild oleh John Krakauer, Holy Cow: an Indian Aventurer oleh Sarah MacDonald, The Lost Continent oleh Bill Bryson, atau Through Painted Deserts oleh Donald Miller (ada lebih banyak lagi kalau mau disebutkan satu-satu). Buku-buku mencengangkan tersebut tak lain adalah jurnal perjalanan. Saya juga pernah membaca beberapa jurnal dari orang Indonesia. Menurut saya berkelana sama seperti belajar. Belajar di jalan. Sama seperti sekolah yang lain, kita membayar untuk mendapatkan pendidikan, untuk memperluas pandangan hidup kita yang semula terbatas.

Saya menulis ini karena dari dulu, orang tua saya menentang keinginan saya untuk traveling. Karena mereka tidak mengerti apa yang dihasilkan, tapi mereka tahu persis apa yang dibuang. Saya tidak bisa berdebat soal uang. Apalagi peraturan visa yang selalu meminta bukti rekening koran. Lagipula, akhirnya saya menyerah juga dengan kebenaran pola pikir yang ekonomis, praktis dan memang diperlukan saat krisis. Bayar saja iuran speedy seratus ribu perbulan dan lihat google earth. Aman, murah dan nyaman, bisa diakses dari rumah. Jangan lupa sesekali jalan ke mall. Akan jadi perjalanan yang sangat tidak berbahaya (apalagi banyak pesawat jatuh dan kapal karam sekarang).

Tidak ada komentar: